Kamis, 29 Maret 2012

Perkembangan Industri Tauco Cap Biruang (1980-1997)


Sejak tahun 1960 hingga 1966 Industri tauco Cap Biruang masih menggunakan alat-alat produksi tradisional. Namun pada tahun 1977, Industri tauco cap Biruang telah menggunakan alat-alat produksi yang cukup modern. Kegiatan produksi pada Indsutri tauco Cap Biruang tergantung dari pengadaan bahan baku. Pengadaan bahan baku merupakan faktor terpenting dalam dalam kegiatan produksi. Untuk menghasilkan produk yang baik, maka penggunaan input harus menggunakan bahan baku yang berkualitas. Bahan bakuutama pada industri tauco adalah kacang kedelai. Industri tauco ini memilih kacang kedelai kuning sebagai bahan baku karena kualitasnya yang baik dan kacang ini merupakan kacang kedelai yang di import dari Amerika dan diperoleh dari KOPTI Cianjur.
Kedelai yang digunakan dalam pembuatan tauco harus kedelai yang varietasnya sama untuk setiap produksi, hal ini akan berkaitan dengan standar mutu tauco. Selain kedelai, dalam proses pembuatan tauco dibutuhkan juga bahan penunjang, diantaranya gula aren (gula merah), garam, tepung beras ketan, air dan kayu bakar (Sasmito, 1993: 15-17; Madianty, 2006: 18-21).
Jumlah pemasok bahan baku dan penunjang secara keseluruhan berasal dari Cianjur, karena untuk menghemat biaya angkut dan transportasi. Cara pembelian bahan baku dan penunjang dilakukan secara tunai jika barang sudah dikirim dan pembeliannya dilakukan dengan cara memesan terlebih dahulu (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008). Secara rinci jenis-jenis bahan bakudan bahan penunjang yang digunakan oleh Industri Tauco Cap Biruang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Jenis Bahan Baku, Bahan Penolong dan Asal Pemasok tahun 1980-1997
Nomor
Jenis Bahan Baku dan Penolong
Asal Pemasok
1
Kacang Kedelai
Cianjur, Import dari Amerika
2
Gula Aren
Cianjur
3
Garam
Cianjur
4
Tepung Beras Ketan
Cianjur
5
Kayu Bakar
Jebrod, Cianjur
6
Anti Basi
Cianjur
7
Air
Pribadi
8
Gula Pasir
Cianjur
9
Plastik
Cianjur
10
Botol dan tutup botol
Cianjur
Sumber: Industri Tauco Cap Biruang
Proses pembuatan tauco melalui dua tahapan yaitu fermentasi kapang dan garam. Secara tradisional, kedua tahapan fermentasi tersebut dilakukan secara spontan dimana mikroba yang berperan selama fermentasi. Tahapan selanjutnya yang dilakukan dalam pembuatan tauco meliputi: perendaman, pencucian, pengukusan, penirisan, penambahan larutan, fermentasi kapang, dan dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan garam. Setelah itu, tauco dimasak dengan menambah gula dan bumbu lainnya. Setelah matang, tauco dikemas hingga siap dipasarkan (Santoso, 1994: 2-6).
Suatu industri akan menunjukkan kinerja yang optimal, maka perlu adanya struktur organisasi[1] Hal ini bertujuan untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien (Irawan, 1988: 32). Struktur organisasi menggambarkan hierarki dan pembagian kerja(job description). Sejak tahun 1960-1979 industri tauco Cap Biruang belum menggunakan struktur organisasi karena jumlah pekerja yang masih minim. Namun pada tahun 1980, industri tauco cap Biruang telah menggunakan struktur organisasi karena jumlah pekerja yang lumayan banyak (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008). Industri tauco cap Biruang menggunakan struktur organisasi cukup sederhana, karena masih bersifat industri keluarga/industri rumah tangga maka pemilik industri merangkap sebagai pimpinan industri dan penanggungjawab produksi secara keseluruhan. Sedangkan karyawan yang lain menjalankan fungsinya yang bersifat fleksibel artinya tenaga kerja/karyawan dalam satu divisi dapat membantu karyawan di divisi lain jika dihadapkan pada suatu pekerjaan (Madianty, 2006: 9-10).
Bentuk struktur organisasinya berbentuk dimana perintah berjalan langsung dari atasa ke bawahan. Masing-masing dihubungkan dengan satu garis perintah. Staf yang menjalankan aktivitas industri meliputi beberapa bagian diantaranya: bagian administrasi dan keuangan, bagian produksi dan pengadaan bahanbaku, dan bagian pemasaran (Irawan, 1988: 36; Madianty, 2006:10).
Adapun pembagian tugas (job description) yang terdapat pada Industri Tauco Cap Biruang adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan Perusahaan
Pimpinan perusahaan bertugas memimpin, mengatur, dan mengkoordinasikan semua kegiatan di perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pimpinan perusahaan juga bertugas menetapkan fungsi bagian dalam organisasi, menetapkan kebijakan jangka pendek maupun jangka panjang dan mengawasi kegiatan yang berhubungan dengan produksi agar perusahaan dapat berjalan lancar.
2. Bagian Administrasi dan Keuangan
Bagian administrasi dan keuangan bertugas membuat laporan keuangan yang masuk dan keluar, memegang penuh atas keuangan, serta mencatat laporan dari staf sebagai bahan laporan kepada pimpinan perusahaan.
3. Bagian Produksi dan Pengadaan Bahan Baku
Bagian ini bertugas dan bertanggungjawab atas kelancaran produksi
4. Bagian Pemasaran
Bagian pemasaran bertugas dan bertanggungjawab terhadap kegiatan pemasaran produk (Irawan, 1988: 35-41; Madianty, 2006: 11; Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Kemajuan suatu perusahaan/industri tidak lepas dari peran tenaga kerja Tenaga kerja menurut Artoyo, (1986: 38-41) terbagi dalam tiga kategori yaitu:
1. Tenaga Kerja Kasar
Tenaga kerja yang tidak didasari dengan pendidikan/keahlian. Tenaga kerja ini biasa dikenal dengan tenaga kerja serabutan, artinya tenaga kerja yang dapat melakukan pekerjaan dengan mudah serta tidak memerlukan persyaratan khusus dalam pekerjaannya.
2. Tenaga Kerja Berpendidikan
Tenaga kerja yang didasari dengan pendidikan/keahlian. Tenaga kerja ini biasa dikenal tenaga kerja professional, artinya tenaga kerja dapat bekerja sesuai dengan keahliannya serta terdapat persyaratan khusus dalam pekerjaan yang digelutinya.
3. Tenaga Kerja Berpengalaman
Tenaga kerja yang berdasarkan pengalaman. Pengalaman disini adalah pengalaman yang pernah dilakukan berdasarkan instruksi, pikiran-pikiran, pengamatan, pengamatan dan evaluasi tentang pekerjaan yang pernah dilakukannya. Bagi tenaga kerja ini, pengalaman merupakan investasi tak ternilai harganya dalam melakukan pekerjaaan
Dalam merekrut tenaga kerja, industri Tauco Cap Biruang tidak memiliki kualifikasi khusus dalam menerima tenaga kerja, yang terpenting calon karyawan tersebut memiliki keahlian serta mampu untyuk mengerjakan seluruh kegiatan operasional, mau bekerja keras, dan memiliki tanggung jawab. Setiap karyawan memiliki tugas dan wewenang masing-masing, walaupun mempunyai tugas masing-masing pada industri ini bisa saling membantu antara bagian satu dengan bagian lainnya.
Hari kerja pada industri ini yaitu setiap hari dari hari Senin sampai hari Minggu, terkecuali jika setelah gajian ada beberapa karyawan yang dibolehkan cuti dengan alasan yang dapat diterima oleh pimpinan industri Tauco Cap Biruang. Waktu kerja industri ini dari pukul 08.00 sampai 17.00, dengan waktu istirahat selama satu jam dari pukul 12.00 sampai 13.00. Waktu istirahat ini dipergunakan karyawan untuk beribadah dan makan. Sedangkan hari Jum’at karyawan bekerja setengah hari tergantung banyak atau tidaknya stok yang ada (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Jumlah karyawan industri Tauco Cap Biruang pada tahun 1980 mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pada tahun 1980, industri Tauco Cap Biruang mengalami lonjakan permintaan terutama pada saat hari-hari besar, seperti bulan puasa, Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, dan hari besar lainnya. Pada saat itu juga, Tauco Cap Biruang merupakan salah satu produk tauco yang sangat terkenal dari Cianjur selain tauco Cap Meong dan Djajuli Putra (Wawancara dengan Ma’mun, 19 November 2008). Saking banyaknya permintaan, industri Tauco Cap Biruang terpaksa mendatangkan karyawan baru untuk mengoptimalkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan tersebut. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan jumlah karyawan adalah luasnya pemasaran dari produk tauco cap Biruang yang meliputi Cianjur, Bogor, Jakarta, dan Bandung. Adapun jumlah karyawan yang bekerja di industri Tauco Cap Biruang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Jumlah Karyawan Industri Tauco Cap Biruang tahun 1960-1997
No
Tahun
Jumlah Karyawan
1
1960
3 Orang
2
1965
5 Orang
3
1975
8 Orang
4
1980
25 Orang
5
1997
5 Orang
Sumber: (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008; perkiraan penulis)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah karyawan industri Tauco Cap Biruang mengalami peningkatan dari tiap tahun, namun pada 1997 mengalami penurunan sebagai dampak krisis moneter yang menerpa bangsa Indonesia.
Penentuan upah suatu industri didasarkan oleh berbagai faktor, beberapa di antaranya yaitu besarnya tanggung jawab, resiko kerja, sifat pekerjaan, dan kemajuan industri. Mengenai kategorisasi upah menurut Singgih, (1994: 132) terbagi dalam tiga kategori yaitu:
1. Upah Menurut Waktu
Besarnya upah ditentukan berdasarkan waktu yaitu upah per jam, per minggu, dan per bulan. Jika upah dilaksanakan murni, maka tidak ada perbedaan pegawai yang rajin maupun tidak. Sistem upah ini dapat dilaksanakan dengan mudah dan perhitungan tidak begitu menyulitkan.
2. Sistem Upah Menurut Ketentuan Hasil
Jumlah upah yang diterima pegawai tergantung berapa banyak masing-masing karyawan menghasilkan atau melaksanakan suatu pekerjaan
3. Sistem Upah Premi
Dalam sistem upah ini disediakan bagi karyawan yang memiliki kinerja yang sangat baik.
Penentuan upah pada industri Tauco Cap Biruang disesuaikan pada masa kerja dan keahlian yang dimiliki tanpa melihat tingkat pendidikan. Pembayaran upah karyawan dilakukan bulanan, selain upah yang diberikan juga mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan pada semua karyawan saat Lebaran. Besarnya THR tergantung pada banyaknya produk yang terjual.
Pada tahun pertama berproduksi, skala usaha industri Tauco Cap Biruang masih relatif kecil, yakni mampu perhari mampu menghasilkan 500 botol tauco dengan volume 240 ml. Jenis tauco yang diproduksi pada masa itu adalah jenis tauco cair yang berbentuk pasta dan dikemas dalam botol. Tauco cair pada masa itu sangat digemari oleh masyarakat Cianjur, karena harganya murah dan memiliki rasa yang khas. Tauco Cap Biruang memiliki karakter tersendiri dibandingkan produk tauco lainnya. Sebagian besar produk tauco yang ada memiliki rasa asin, namun tauco Cap Biruang memiliki keunikan tersendiri dengan memiliki dua rasa yaitu rasa manis dan asin. Hal ini dilakukan untuk menjangkau konsumen yang tidak menyukai rasa asin dan manis (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Relatif kecil kapasitas produksi tahun 1961, dikarenakan Industri Tauco Cap Biruang masih baru berdiri sehingga belum bisa memproduksi tauco lebih banyak dan kebijakan sneering yang dikeluarkan pemerintah guna menyelamatkan bangsa Indonesia dari krisis ekonomi yang mendera saat itu. Dampak dari kebijakan ini mengakibatkan kegiatan perekonomian mengalami penurunan dan laju inflasi sangat tinggi hingga mencapai 650%. Keadaan ini mengakibatkan industri tauco di Cianjur mengalami gulung tikar dan hanya Industri Tauco Cap Meong yang mampu bertahan. Agar tidak gulung tikar, Industri Tauco Cap Biruang melakukan efisiensi kapasitas produksi sebagai strategi untuk bertahan dari dampak sneering dan mengamankan keuangan agar tetap stabil (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Memasuki tahun 1970, situasi perekonomian Indonesia mulai stabil seiring kebijakan baru pemerintah dalam bidang pembangunan ekonomi yang tertuang dalam PJP[2] dan Repelita[3]. Kebijakan ini membawa angina segar bagi industri tauco di Cianjur. Hal ini ditandai dengan berdirinya industri tauco seperti Industri Cap Harimau, Macan Tutul dan Djajuli Putra. Dari sekian banyak industri yang ada, Industri Tauco Djajuli Putra yang menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan (Wawancara dengan Ma’mun, 19 November 2008). Bermunculnya industri-industri tersebut secara tidak langsung menimbulkan persaingan untuk memproduksi tauco dengan kualitas baik agar dapat diminati konsumen. Untuk menghadapi persaingan tersebut, Industri Tauco Cap Biruang mulai menggenjot kapasitas produksi dan mengeluarkan produk baru yaitu tauco cair dengan kemasan 350 ml, dan 475 ml dengan harga terjangkau serta kualitas terjamin (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Kapasitas produksi industri Tauco Cap Biruang mengalami peningkatan cukup signifikan pada tahun 1980. Di mana pada masa itu, Industri tauco Cap Biruang mampu memproduksi sampai 5000 botol tauco perhari. Peningkatan kapasitas ini disebabkan tingginya minat dan permintaan pasar terhadap produk tauco Cap Biruang. Saking banyaknya permintaan, Industri Tauco Cap Biruang melemburkan karyawannya untuk mengoptimalkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan tersebut. Tingginya kapasitas produksi yang dialami oleh Industri Tauco Cap Biruang pada tahun 1980 merupakan rekor tersendiri sepanjang industri ini berdiri. Kapasitas produksi Industri Tauco Cap Biruang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3
Jumlah Produksi Industri Tauco Cap Biruang Tahun 1961-1997
No.
Tahun
Jumlah Produksi Perhari
Jumlah Produksi Pertahun
1
1961
500 botol
6.000 botol
2
1965
425 botol
5.100 botol
3
1970
1.525 botol
18.300 botol
4
1975
2.775 botol
33.300 botol
5
1980
5.000 botol
60.000 botol
6
1997
625 botol
7.500 botol
Sumber: Industri Tauco Cap Biruang
Dari data di atas dapat dilihat bahwa tahun 1961-1965 kapasitas produksi mengalami penurunan dikarenakan pada masa itu dikeluarkan kebijakan sneering yang mengakibatkan kegiatan perekonomian mengalami penurunan dan laju inflasi yang sangat tinggi hingga mencapai 650%. Peningkatan produksi tauco Cap Biruang mulai nampak pada tahun 1970-1980, karena pada waktu itu situasi perekonomian Indonesia mulai stabil dan tingginya minat serta permintaan masyarakat Cianjur terhadap produk tauco Cap Biruang. Penurunan produksi Industri Tauco Cap Biruang terlihat pada tahun 1997 dimana Indonesia mengalami krisis moneter yang mengakibatkan lumpuhnya kegiatan perekonomian dan sebagai strategi Industri Tauco Cap Biruang untuk bertahan dari dampak krisis moneter.
Dalam hal pemasaran, sejak tahun 1964 hingga 1970 Industri Tauco Cap Biruang memasukan produknya pada industri milik orang lain untuk dipasarkan. Namun tahun 1971 Industri Tauco Cap Biruang melepaskan diri dari ketergantungannya terhadap industri milik orang lain dan pemasaran dilakukan sendiri melalui keluarga serta distributor yang tersebar di wilayah Cianjur dan sekitarnya. Sistem pemasaran produk dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Sistem pemasaran langsung yaitu dengan cara konsumen dapat membeli produk tauco dengan datang langsung ke pabriknya. Sedangkan sistem tidak langsung yaitu penitipan produk dengan sistem konsinyasi ke pasar tradisional, warung-warung kelontongan, dan toko-toko manisan yang tersebar di Cianjur. Tauco yang dihasilkan pada umumnya langsung dikirim dan dipasarkan tanpa terlalu lama di dalam gudang (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Pemasaran produk tauco Cap Biruang mengalami lonjakan yang cukup pesat pada tahun 1980. Pada waktu jangkauan pemasaran produk tauco Cap Biruang telah menjangkau daerah-daerah luar Cianjur meliputi: Jakarta, Bogor, Bandung, Sukabumi, dan kota-kota lainnya di Jawa Barat. Luasnya jangkauan pemasaran produk tidak terlepas strategi pemasaran yang diterapkan oleh Industri Tauco Cap Biruang. Strategi pemasaran yang dilakukan oleh industri ini menyangkut produk, harga, dan promosi.
Pengawasan mutu produk dan kemasan menjadi salah satu faktor yang sangat penting bagi industri Tauco Cap Biruang. Produk yang siap dipasarkan harus benar-benar mempunyai kualitas yang diinginkan oleh konsumen sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Pengawasan mutu produk dapat dilakukan dengan menguji mutu produk secara organoleptik yaitu melakukan uji mutu terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur dari tauco. Pada umumnya produk ini mempunyai masa kadaluarsa tiga sampai lima bulan (Sasmito, 1993: 21-24).
Harga yang ditetapkan oleh Industri Tauco Cap Biruang lebih murah jika dibandingkan dengan produk sejenis yang lebih terkenal, namun perbedaannya hanya terletak pada rasa. Sebagian produk yang ada hanya memiliki satu rasa, sedangkan tauco Cap Biruang memiliki dua rasa yaitu rasa asin dan manis. Harga yang ditawarkan sangat terjangkau, sehingga konsumen dari berbagai kalangan apa pun dapat membeli produk tauco Cap Biruang tanpa harga yang cukup tinggi.
Kegiatan promosi yang dilakukan Industri Tauco Cap Biruang, yaitu mengikuti kegiatan-kegiatan pameran agroindustri yang diselenggarakan pemerintah, pemberian sampel, booklet, yang mencirikan produk tauco Cap Biruang kepada konsumen. Kegiatan ini dilakukan agar konsumen dapat mengenal produk tauco Cap Biruang dan memberi peluang bagi industri Tauco Cap Biruang untuk mendapatkan pelanggan tetap. Strategi pemasaran yang diterapkan Industri Tauco Cap Biruang ini, terbilang sukses hingga membuat produk tauco Cap Biruang menjadi produk tauco yang sangat terkenal dari Cianjur selain tauco Cap Meong dan Djajuli Putra.
Keberhasilan yang diraih oleh Industri Tauco Cap Biruang tidak terlepas dari dukungan Pemkab Cianjur dalam memajukan industri tauco sebagai mata pencaharian masyarakat Cianjur dan makanan khas Cianjur. Dukungan diwujudkan dengan pemberian bantuan modal kepada perajin/pengusaha tauco, penyediaan kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tauco dan mengikutsertakan para perajin/pengusaha tauco dalam kegiatan pameran agro industri baik skala daerah maupun skala nasional. Hal ini dimaksudkan untuk memperkenalkan tauco sebagai makanan khas Cianjur dan mendatangkan minat investor untuk menanamkan investasinya dalam sektor agro industri khususnya industri tauco. Selain itu, dukungan lain yang diberikan dengan mempromosikan Cianjur sebagai daerah tujuan wisata, termasuk memperkenalkan tauco sebagai makanan khas Cianjur. Usaha yang dilakukan Pemkab Cianjur ini cukup berhasil, hal ini ditandai dengan banyaknya industri tauco yang berdiri hingga Cianju mendapat julukan sebagai kota tauco (Humas Pemkab Cianjur, 1996:16; Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2002:17).
Memasuki tahun 1980 hingga 1989, produk tauco Cap Biruang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Produk tauco Cap Biaruang menjadi produk yang sangat digemari oleh masyarakat Cianjur dan pengunjung yang bertandang ke Cianjur. Tidak hanya digemari, produk tauco Cap Boruang banyak dijajakan pada tiap toko manisan dan pedagang yang tersebar di Cianjur. Hal ini dikarenakan harga yang ditawarkan sangat terjangkau, sehingga seluruh kalangan masyarakat baik kalangan menengah ke atas maupun menengah ke bawah dapat membeli tauco Cap Biruang dengan harga murah dengan kualitas terbaik (Sasmito, 1993: 36; Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008).
Bahkan saking banyaknya permintaan, pihak Industri Tauco Cap Biruang melemburkan karyawannya untuk mengoptimalkan kapasitas produksi guna memenuhi permintaan konsumen. Selain itu, ada beberapa pengunjung dari Sumatera Selatan sengaja bertandang langsung ke pabrik tauco Cap Biruang untuk mengetahui langsung proses pembuatan tauco termasuk didalamnya mengetahui resep bumbu yang digunakan dalam pembuatan tauco. Untuk itu, Industri Tauco Cap Biruang sangat terbuka bagi pengunjung yang ingin mengetahui langsung proses pembuatan tauco termasuk didalamnya mengetahui resep bumbu yang digunakan dalam pembuatan tauco. Langkah ini ditempuh Industri Tauco Cap Biruang untuk memperkenalkan produk tauco Cap Biruang dan memperluas jaringan pemasaran produk tauco Cap Biruang (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008; Wawancara dengan Wawan, 05 Januari 2009).
Pada awal tahun 1990 hingga 1995, aktivitas perdagangan tauco lambat laun mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Tauco tidak lagi menjadi komoditas yang digemari konsumen seperti dulu. Hal ini dikarenakan makin bertambahnya jenis penganan/oleh-oleh Cianjur yang lambat laun menggeser kedudukan tauco sebagai penganan/oleh-oleh Cianjur. Keadaan ini di perparah dengan terjadinya krisis moneter yang menerpa bangsa Indonesia pada tahun 1997, yang mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat dan banyaknya industri tauco yang gulung tikar.
Keadaan ini membawa pengaruh bagi Industri Tauco Cap seperti menurunnya kapasitas produksi, dan banyaknya karyawan yang di PHK. Langkah ini ditempuh Industri Tauco Cap Biruang untuk bertahan dari dampak krisis moneter dan mengamankan keuangan agar tetap stabil (Wawancara dengan Johan Arifin, 11 Desember 2008). Sebagian besar karyawan yang telah di PHK mendirikan industri tauco sendiri untuk menyambung hidup dan mempraktekan keahlian yang telah didapat selama bekerja pada Industri Tauco Cap Biruang (Wawancara dengan Ma’mun, 19 November 2008; Sasmito, 1993: 37).


[1] Struktur Organisasi merupakan susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan meninjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan (Irawan, 1988: 32).
[2] PJP merupakan singkatan Pembangunan Jangka Panjang. PJP merupakan salah kebijakan utama yang dikeluarkan Orde Baru dalam rangka perencanaan pembangunan di berbagai bidang. PJP ini mempunyai masa perencanaan antara 10-25 tahun ke depan
[3] Repelita merupakan singkatan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun. Repelita merupakan paket kebijakan orde baru dalam rangka pembangunan di berbagai bidang. Repelita ini mempunyai masa perencanaan 5 tahun atau setara dengan 1 kali periode kepemimpinan presiden Republik Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar